BAB II
PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS Bagian Kesatu Pembentukan Daerah
Pasal 4
|
||||||
(1)
|
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang.
|
|||||
(2)
|
Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas,
ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan
penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian,
pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
|
|||||
(3)
|
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
|
|||||
(4)
|
Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah
atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah
mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
|
|||||
Pasal 5
|
||||||
(1)
|
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
|
|||||
(2)
|
Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD
provinsi Induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
|
|||||
(3)
|
Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk kabupaten/ kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota
dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan
Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
|
|||||
(4)
|
Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
|
|||||
(5)
|
Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi
dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat)
kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan
prasarana pemerintahan.
|
|||||
Pasal 6
|
||||||
(1)
|
Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah
lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerah.
|
|||||
(2)
|
Penghapusan dan pengabungan daerah otonom
dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
|
|||||
(3)
|
Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 7
|
||||||
(1)
|
Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan
undang-undang.
|
|||||
(2)
|
Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama
daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau
pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
(3)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan.
|
|||||
Pasal 8
|
||||||
Tata cara pembentukan, penghapusan, dan
penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 5, dan Pasal 6
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
Bagian
Kedua
Kawasan Khusus Pasal 9 |
||||||
(1)
|
Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan
tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
|
|||||
(2)
|
Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan
dengan undang-undang.
|
|||||
(3)
|
Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
(4)
|
Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang
bersangkutan.
|
|||||
(5)
|
Daerah dapat mcngusulkan pembentukan kawasan
khusus schagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah.
|
|||||
(6)
|
Tata
cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
=================================
Kembali ke UU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB I Pasal 1-3)
|
HomeUU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB II Pasal 4-9)