BAB III
PEMBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN
Pasal 10
|
||||||
(1)
|
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
|
|||||
(2)
|
Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
|
|||||
(3)
|
Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
|
|||||
a.
|
politik
luar negeri;
|
|||||
b.
|
pertahanan;
|
|||||
c.
|
keamanan;
|
|||||
d.
|
yustisi;
|
|||||
e.
|
moneter
dan fiskal nasional; dan
|
|||||
f.
|
agama.
|
|||||
(4)
|
Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan
pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah
atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.
|
|||||
(5)
|
Dalam
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat:
|
|||||
a.
|
menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
|
|||||
b.
|
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil
Pemerintah; atau
|
|||||
c.
|
menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan
desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
|
|||||
Pasal
11
|
||||||
(1)
|
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian
hubungan antar susunan pemerintahan.
|
|||||
(2)
|
Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang
saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
|
|||||
(3)
|
Urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang
diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
|
|||||
(4)
|
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah.
|
|||||
Pasal
12
|
||||||
(1)
|
Urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan.
|
|||||
(2)
|
Urusan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan
sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
|
|||||
Pasal
13
|
||||||
(1)
|
Urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan
dalam skala provinsi yang meliputi:
|
|||||
a.
|
perencanaan dan pengendalian pembangunan;
|
|||||
b.
|
perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
|
|||||
c.
|
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
|
|||||
d.
|
penyediaan sarana dan prasarana umum;
|
|||||
e.
|
penanganan bidang kesehatan;
|
|||||
f.
|
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
|
|||||
g.
|
penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
|
|||||
h.
|
pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
|
|||||
i.
|
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;
|
|||||
j.
|
pengendalian lingkungan hidup;
|
|||||
k.
|
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
|
|||||
l.
|
pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
|
|||||
m.
|
pelayanan administrasi umum pemerintahan;
|
|||||
n.
|
pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
|
|||||
o.
|
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota; dan
|
|||||
p.
|
urusan
wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
|
|||||
(2)
|
Urusan
pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
|
|||||
Pasal
14
|
||||||
(1)
|
Urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
|
|||||
a.
|
perencanaan dan pengendalian pembangunan;
|
|||||
b.
|
perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
|
|||||
c.
|
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
|
|||||
d.
|
penyediaan sarana dan prasarana umum;
|
|||||
e.
|
penanganan bidang kesehatan;
|
|||||
f.
|
penyelenggaraan pendidikan;
|
|||||
g.
|
penanggulangan masalah sosial;
|
|||||
h.
|
pelayanan bidang ketenagakerjaan;
|
|||||
i.
|
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
|
|||||
j.
|
pengendalian lingkungan hidup;
|
|||||
k.
|
pelayanan pertanahan;
|
|||||
l.
|
pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
|
|||||
m.
|
pelayanan administrasi umum pemerintahan;
|
|||||
n.
|
pelayanan administrasi penanaman modal;
|
|||||
o.
|
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
|
|||||
p.
|
urusan
wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
|
|||||
(2)
|
Urusan
pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
|
|||||
(3)
|
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal
15
|
||||||
(1)
|
Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
|
|||||
b.
|
pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
|
|||||
c.
|
pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
|
|||||
(2)
|
Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
bagi
hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota;
|
|||||
b.
|
pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
|
|||||
c.
|
pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan
|
|||||
d.
|
pinjaman dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.
|
|||||
(3)
|
Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
|||||
Pasal
16
|
||||||
(1)
|
Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
|
|||||
b.
|
pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan
|
|||||
c.
|
fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan umum.
|
|||||
(2)
|
Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah;
|
|||||
b.
|
kerja
sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan
|
|||||
c.
|
pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.
|
|||||
(3)
|
Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
|||||
Pasal
17
|
||||||
(1)
|
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya, dan pelestarian;
|
|||||
b.
|
bagi
hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
|
|||||
c.
|
penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
|
|||||
(2)
|
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan
ayat (5) meliputi:
|
|||||
a.
|
pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang
menjadi kewenangan daerah;
|
|||||
b.
|
kerja
sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antarpemerintahan daerah; dan
|
|||||
c.
|
pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya.
|
|||||
(3)
|
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
|
|||||
Pasal
18
|
||||||
(1)
|
Daerah
yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut.
|
|||||
(2)
|
Daerah
mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau
di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
(3)
|
Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||
a.
|
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
|
|||||
b.
|
pengaturan administratif;
|
|||||
c.
|
pengaturan tata ruang;
|
|||||
d.
|
penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
|
|||||
e.
|
ikut
serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
|
|||||
f.
|
ikut
serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
|
|||||
(4)
|
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai
ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan
1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.
|
|||||
(5)
|
Apabila
wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak
atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi
tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi dimaksud.
|
|||||
(6)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
|
|||||
(7)
|
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
=================================
Kembali ke UU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB II Pasal 4-9)
|
HomeUU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB III Pasal 10-18)