Pasal 101
|
||||||
(1)
|
Setelah menerima berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara, KPU provinsi membuat berita acara penerimaan dan
melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan dapat
dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga
masyarakat.
|
|||||
(2)
|
Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat
dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU provinsi.
|
|||||
(3)
|
Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi
pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila ternyata terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau
melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
|
|||||
(5)
|
Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara di semua KPU kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU
provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon.
|
|||||
(6)
|
KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di
KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu)
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.
|
|||||
Pasal 102
|
||||||
(1)
|
Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan
suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya diputuskan
dalam pleno KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih.
|
|||||
(2)
|
Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD provinsi
untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
|
|||||
Pasal 103
|
||||||
(1)
|
Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan
apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau
lebih penyimpangan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
|
|||||
b.
|
penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
penerangan cahaya;
|
|||||
c.
|
saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau,
dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara
secara jelas;
|
|||||
d.
|
penghitungan suara dilakukan di tempat lain di
luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau
|
|||||
e.
|
terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
|
|||||
(2)
|
Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada
tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.
|
|||||
(3)
|
Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada
tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.
|
|||||
(4)
|
Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada
tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang
terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu)
tingkat di bawahnya.
|
|||||
Pasal 104
|
||||||
(1)
|
Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila
terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat
digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
|
|||||
(2)
|
Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari
hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti
terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan
dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;
|
|||||
b.
|
petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus,
menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah
digunakan;
|
|||||
c.
|
lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih
lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;
|
|||||
d.
|
petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara
yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi
tidak sah; dan/atau
|
|||||
e.
|
lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar
sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS.
|
|||||
Pasal 105
|
||||||
Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan
dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.
|
||||||
Pasal 106
|
||||||
(1)
|
Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan
calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga)
hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. |
|||||
(2)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya
pasangan calon.
|
|||||
(3)
|
Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi
untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada
pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota.
|
|||||
(4)
|
Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan
Tinggi/ Mahkamah Agung.
|
|||||
(5)
|
Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) bersifat final dan mengikat.
|
|||||
(6)
|
Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan
Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.
|
|||||
(7)
|
Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) bersifat final.
|
|||||
Paragraf Kelima
Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan Pasal 107 |
||||||
(1)
|
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah
suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
|
|||||
(2)
|
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan
sebagai pasangan calon terpilih.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara
terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu
pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon
terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
|
|||||
(4)
|
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima
persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang
diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.
|
|||||
(5)
|
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak
mengikuti pemilihan putaran kedua.
|
|||||
(6)
|
Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat
pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih
luas.
|
|||||
(7)
|
Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya
dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
|
|||||
(8)
|
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai
pasangan calon terpilih.
|
|||||
Pasal 108
|
||||||
(1)
|
Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih
berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala
daerah.
|
|||||
(2)
|
Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan
tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
|
|||||
(4)
|
Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.
|
|||||
(5)
|
Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan
tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada
DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah
selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
|
|||||
(6)
|
Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan
selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.
|
|||||
Pasal 109
|
||||||
(1)
|
Pengesahan pengangkatan pasangan calon Gubernur
dan wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden selambat-lambatnya dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari.
|
|||||
(2)
|
Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan
wakil bupati atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari.
|
|||||
(3)
|
Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur
terpilih diusulkan oleh DPRD provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga)
hari, kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara
penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk mendapatkan
pengesahan pengangkatan.
|
|||||
(4)
|
Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau
walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota,
selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih
dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
|
|||||
Pasal 110
|
||||||
(1)
|
Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum
memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu
oleh pejabat yang melantik.
|
|||||
(2)
|
Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/ wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.” |
|||||
(3)
|
Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung
sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
|
|||||
Pasal 111
|
||||||
(1)
|
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden.
|
|||||
(2)
|
Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil
walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden.
|
|||||
(3)
|
Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD.
|
|||||
(4)
|
Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutnya
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 112
|
||||||
Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah dibebankan pada APBD.
=================================
Kembali ke UU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB IV Pasal 89-100)
|
HomeUU Nomor 32 Tahun 2004 (BAB IV Pasal 101-112)